Minggu, 29 Januari 2012

Coba Jawab

Tebak dengan benar pertanyaan di bawah ini:

Isilah titik-titik di bawah ini (mohon dijawab dengan jujur di dalam hati kita masing-masing.. ^_^):

1. Allah menciptakan TERTAWA dan ...

2. Allah itu MEMATIKAN dan ...

3. Allah menciptakan LAKI-LAKI dan ...

4. Allah memberikan KEKAYAAN dan ...

Jawaban:

Jawaban kuiz di atas pada umumnya adalah:

1. MENANGIS.

2. MENGHIDUPKAN.

3. PEREMPUAN

4. KEMISKINAN.

Untuk mengetahui apakah jawaban di atas itu benar atau tidak, mari kita cocokkan jawaban tersebut dengan rangkaian firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat An-Najm (53), ayat: 43-45, dan 48, sebagai berikut:

وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى

"dan Dia-lah yang menjadikan orang TERTAWA dan MENANGIS."

(QS. 53:43).

وَأَنَّهُ هُوَ أَمَاتَ وَأَحْيَا

"dan Dia-lah yang MEMATIKAN dan MENGHIDUPKAN."

(QS. 53:44).

وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنثَى

"dan Dia-lah yang menciptakan berpasang-pasangan LAKI-LAKI dan PEREMPUAN."

(QS. 53:45).

وَأَنَّهُ هُوَ أَغْنَى وَأَقْنَى

"dan Dia-lah yang memberikan KEKAYAAN dan KECUKUPAN."

(QS. 53:48).

Ternyata jawaban kita umumnya BENAR hanya pada no. 1-3.

Tapi, jawaban kita untuk no. 4 (kalau mau jujur) umumnya SALAH.

Jawaban versi Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an bukan KEMISKINAN, tapi KECUKUPAN.

Masya Allah..

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala hanya memberi KEKAYAAN dan KECUKUPAN kepada hamba-Nya. Dan yang menciptakan KEMISKINAN adalah diri kita sendiri.

Hal ini bisa karena ketidakadilan ekonomi, malas, bisa juga karena kemiskinan itu kita bentuk di dalam pola pikir kita sendiri. Itulah hakikatnya, mengapa orang-orang yang senantiasa bersyukur; walaupun hidup pas-pasan ia akan tetap tersenyum dan merasa CUKUP.

Jadi, marilah kita bangun rasa KECUKUPAN di dalam hati dan pikiran kita, agar kita menjadi hamba-Nya yang selalu BERSYUKUR. Karena hakikatnya manusia itu tidak akan pernah puas hingga MULUTNYA DIISI DENGAN TANAH!

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu yang berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas, maka ia ingin mencari lagi dua lembah emas berikutnya, dan tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas), kecuali mulutnya diisi dengan tanah kuburan dan Allah akan memberikan ampunan kepada orang yang bertaubat".

Oleh karena itulah kita tidak dapat berhujjah dengan alasan TAKDIR apabila sesuatu yang buruk menimpa kita.

Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ

"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)."

(QS. Asy-Syuura:30).

Dalam sebuah Hadits Qudsi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: ".. Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya hanya amal-amal kalianlah yang akan dapat menjaga kalian dan hal itu akan mencukupi kalian semua. Oleh karena itu, barangsiapa yang menemukan kebajikan, maka pujilah Allah, dan barangsiapa yang menemukan selain itu, maka janganlah kalian semua mencaci, kecuali DIRI KALIAN SENDIRI."

(HR. Muslim, Abu 'Awanah, Ibn Hibban, dan Al-Hakim).

Wallahu 'alam bishshawab.

Minggu, 22 Januari 2012

Kumpulan Nasehat Salafus Shaleh

Nasehat Para Salafus Shaleh


Abu Bakar ash-Shiddiq R.a (Sahabat) pernah berkata, “Janganlah seorang muslim merendahkan muslim lainnya! Karena sekecil-kecilnya seorang muslim, di sisi Allah adalah besar.”

Ibnu 'Abbas R.a (Sahabat) pernah berkata, “Janganlah Anda duduk-duduk (bermajelis) bersama para pengikut hawa nafsu, karena sesungguhnya duduk-duduk bersama mereka akan membuat hati menjadi sakit.”

Ali bin Abi Thalib R.a (Sahabat) pernah berkata, “Tidak ada sakit yang lebih parah daripada sakitnya hati karena banyaknya dosa yang dilakukan, dan tidak ada kesulitan yang melebihi sulitnya kematian. Cukuplah apa-apa yang telah berlalu sebagai bahan renungan, dan cukuplah kematian sebagai penasehat.”

Hudzaifah bin al-Yaman R.a (Sahabat) berkata, “Tidaklah Allah menciptakan sesuatu melainkan pada mulanya kecil kemudian membesar, kecuali musibah; Karena sesungguhnya Allah menciptakannya besar pada awalnya kemudian mengecil.”
(Bahjatul Majalis, Ibnu Abdil Barr)

Khabbab bin al-Arats R.a (Sahabat) pernah berkata kepada seseorang, “Mendekatlah kepada Allah semampumu (dengan memperbanyak amal shalih). Ketahuilah, sesungguhnya Anda tidak akan menemukan suatu amalan yang dapat mendekatkan Anda kepada Allah yang lebih dicintai-Nya daripada (membaca, mendengarkan dan mentadabburi) firman-firman-Nya.”

Ketika Utsman bin ‘Affan R.a (Sahabat) berdiri di hadapan sebuah kuburan, beliau menangis seraya berkata, “Sungguh! Seandainya aku berada di antara surga dan neraka, aku tidak tahu ke mana tempat kembaliku, surga atau neraka. Dan seandainya aku diberi hak untuk memilih, maka aku akan lebih memilih untuk menjadi abu sebelum aku mengetahui tempat tinggalku yang abadi.”

Abu ad-Darda’ R.a (Sahabat) pernah berkata, “Seandainya Anda mengetahui apa yang akan Anda hadapi setelah kematian, niscaya akan hilanglah selera Anda untuk makan dan minum dan Anda tidak akan masuk ke dalam rumah untuk berteduh di dalamnya.

al-Hasan al-Bashri Rah.a (Tabi’in) pernah berkata tentang kedudukan sahabat-sahabatnya yang baik, “Sahabat-sahabat kami lebih mahal (tinggi kedudukannya) daripada keluarga kami. Keluarga kami mengingatkan kami kepada dunia sedangkan sahabat-sahabat kami mengingatkan kami kepada akhirat.”

al-Hasan al-Bashri Rah.a (Tabi’in) pernah berkata, “Janganlah Anda tertipu dengan banyaknya amal ibadah yang telah Anda lakukan, karena sesungguhnya Anda tidak mengetahui apakah Allah menerima amalan Anda atau tidak.
Jangan pula Anda merasa aman dari bahaya dosa-dosa yang Anda lakukan, karena sesungguhnya Anda tidak mengetahui apakah Allah mengampuni dosa-dosa Anda tersebut atau tidak.”

al-Hasan al-Bashri Rah.a (Tabi’in) pernah berkata, “Tidaklah datang suatu hari dari hari-hari di dunia ini melainkan ia berkata, “Wahai manusia! Sesungguhnya aku adalah hari yang baru, dan sesungguhnya aku akan menjadi saksi (di hadapan Allah) atas apa-apa yang kalian lakukan padaku. Apabila matahari telah terbenam, maka aku akan pergi meninggalkan kalian dan takkan pernah kembali lagi hingga hari kiamat.”

al-Hasan al-Bashri Rah.a (Tabi’in), seorang ‘alim lagi ‘abid dari kalangan tabi’in, beliau berkata, “ Wahai anak Adam, juallah duniamu untuk akhiratmu, niscaya kamu untung di keduanya, dan janganlah kamu jual akhiratmu untuk duniamu, karena kamu akan rugi di keduanya. Singgah di dunia ini sebentar, sedangkan tinggal di akhirat sana sangatlah panjang”

al-hasan Bashri Rah.a (Tabi’in) pernah berkata,”Jika seseorang mengalahkanmu dalam urusan dunia, maka kamu jangan mau kalah. Kalahkan orang itu dalam urusan Akhirat.”

Qatadah Rah.a (salah seorang murid Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu) pernah berkata, “Dunia adalah kesenangan yang (akan) segera ditinggalkan. Demi Allah yang tiada Ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Dia, tak lama lagi (dunia ini) akan hancur bersama penduduknya. Maka ambillah dari kesenangan dunia untuk mentaati Allah semampu Anda! Sesungguhnya tiada daya dan upaya kecuali dari Allah.”

Qatadah Rah.a (Tabi’in) pernah berkata, “Sesungguhnya al-Qur’an telah menunjukkan kepada kalian penyakit yang kalian derita dan obat penawarnya. Adapun penyakit kalian adalah perbuatan dosa dan maksiat, sedangkan obat penawarnya adalah taubat dan istigfar.”

Sahnun Rah.a (Tabi’in) pernah berkata, “Janganlah Anda termasuk ke dalam golongan orang yang apabila mereka berada di tengah orang banyak, mereka menjadikan Iblis sebagai musuh. Akan tetapi, ketika mereka menyendiri, mereka menjadikan Iblis sebagai sahabat dekat.”

Atha bin Rabah Rah.a (Tabi’in) berkata, “Umar bin Abdul Aziz biasa berkumpul bersama orang-orang fakir setiap malamnya. Mereka duduk bersama-sama saling mengingatkan tentang kematian, hari kiamat dan kehidupan akhirat. Mereka pun menangis di majelis tersebut seolah-olah jenazah ada di hadapan mereka saat itu.”

Sa’id bin Jubair Rah.a (Tabi’in) pernah berkata, “Sesungguhnya rasa takut yang paling utama adalah rasa takut kepada Allah yang dapat menghalangi Anda dari perbuatan maksiat dan mendorong Anda untuk berbuat ketaatan; Dan dzikir merupakan (bagian dari) ketaatan kepada Allah. Maka barangsiapa yang mentaati Allah maka sesungguhnya ia telah berdzikir. Sebaliknya, barangsiapa yang tidak mentaati-Nya, maka sesungguhnya ia telah lalai dari dzikir kepada-Nya walaupun ia banyak bertasbih dan membaca al-Qur’an.”

Wahab bin Munabbih Rah.a (Tabi’in) pernah berkata, “Sesungguhnya orang yang paling dermawan di dunia ini adalah orang yang menunaikan hak-hak Allah walaupun orang lain melihatnya sebagai orang yang kikir dalam hal lain. Dan sesungguhnya orang yang paling kikir di dunia ini adalah orang yang kikir untuk menunaikan hak-hak Allah walaupun orang lain melihatnya sebagai orang yang dermawan dalam hal lain.”

Wahab bin Munabbih Rah.a (Tabi’in)pernah berkata, “Sesungguhnya orang yang paling dermawan di dunia adalah orang yang menunaikan hak-hak Allah, walaupun orang lain melihatnya sebagai orang kikir dalam hal lain. Dan sesungguhnya orang yang paling kikir di dunia adalah orang yang kikir terhadap hak-hak Allah, walaupun orang lain melihatnya sebagai orang yang dermawan dalam hal lain.”

al-A’masy Rah.a (Tabi’in) pernah berkata, “Hafalkanlah ilmu yang telah Anda kumpulkan! Karena orang yang mengumpulkan ilmu namun ia tidak menghafalnya, bagaikan seorang laki-laki yang duduk di depan hidangan, lalu ia mengambil hidangan tersebut sesuap demi sesuap, namun ia lemparkan suapan-suapan itu ke belakang punggungnya. Kapankah Anda akan melihatnya kenyang?”

Sufyan ats-Tsauri Rah.a (Tabi’ut Tabi’in) pernah berkata, “Tidak ada sesuatu yang lebih sulit untuk aku hadapi daripada diriku (hawa nafsuku) sendiri. Terkadang aku berhasil mengalahkannya, tapi di lain waktu dia berhasil mengalahkanku.”

Ibnul Mubarak Rah.a (Atba‘ Tabi’ut Tabi’in) pernah berkata, “Tinggalkanlah pandangan-pandangan mata yang tidak bermanfaat, niscaya Allah akan memberikan kekhusyu’an ke dalam hatimu! Dan tinggalkanlah perkataan-perkataan yang tidak bermanfaat, niscaya Allah akan memberikan mutiara hikmah kepada Anda.”

Syaqiq bin Ibrahim Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Keshalihan amal seseorang akan sempurna dengan enam perkara : (1) senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan takut pada ancaman-Nya, (2) berbaik sangka terhadap sesama muslim, (3) Menyibukkan diri dengan aib sendiri sehingga ia tidak sempat memperhatikan aib orang lain, (4) menutup aib saudaranya dan tidak menyebarkannya kepada orang lain dengan harapan saudaranya tersebut mau meninggalkan perbuatan maksiat dan memperbaiki perilakunya yang tidak baik, (5) menganggap besar kekurangan yang ada pada amalnya sehingga ia terdorong untuk meningkatkannya dan (6) berteman dengan orang yang ia anggap benar.”

Atha’ as-Sulami Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Kematian telah berada di leherku, kuburan adalah rumahku, pada hari kiamat kelak aku akan berdiri dihadapan Allah, shirath (jembatan di atas neraka jahannam) akan menjadi jalan yang harus kulewati. Demi Allah! Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku kelak.”

Muhammad bin Ka’ab Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Taubat (yang benar) menghimpun empat perkara : (1) istighfar dengan lisan, (2) meninggalkan perbuatan maksiat, (3) bertekad dalam hati untuk tidak kembali berbuat dosa dan (4) meninggalkan teman-teman yang jahat.”

Ibnul Qayyim Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Sungguh aneh! Seorang manusia bisa mengendalikan dirinya dari berbagai perkara yang diharamkan, akan tetapi amat berat baginya mengendalikan ucapan lisannya. Anda melihat seorang yang dipandang alim agamanya, zuhud terhadap dunia dan ahli beribadah, namun ia berbicara dengan kata-kata yang tanpa disadarinya mendatangkan kemurkaan Allah Subhaanahu Wata'ala dan menyebabkan ia tergelincir ke dalam neraka sejauh jarak antara timur dan barat.”

Ibnul Qayyim Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Menyia-nyiakan waktu (luang) lebih berbahaya daripada kematian; Karena sesungguhnya menyia-nyiakan waktu (luang) memutuskanmu dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian memutuskanmu dari dunia dan penduduknya.”

‘Amrah istri dari Hubaib al-‘Ajmi Rah.a (Salafus Soleh) biasa membangunkan suaminya di malam hari sambil berkata, “Wahai suamiku, bangunlah (untuk melakukan shalat malam)! Sebagian malam telah berlalu meninggalkanmu. Di hadapanmu ada perjalanan jauh yang sangat melelahkan, sedangkan bekalmu hanya sedikit. Rombongan orang-orang shalih telah jauh meninggalakan kita, sedang kita masih tetap berdiam di tempat kita semula.”

al-Fudhail bin ‘Iyadh Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Lima tanda dari tanda-tanda kebinasaan seseorang : (1) kerasnya hati, (2) bekunya air mata untuk menangis karena takut kepada Allah, (3) sedikitnya rasa malu, (4) besarnya kecintaan kepada dunia dan (5) panjangnya angan-angan.”

Menjelang detik-detik kematiannya, ‘Umar bin al-‘Ash Rah.a (Salafus Soleh) berkata, “Ya Allah, Engkau telah memerintahkan kami (untuk melakukan kebaikan), akan tetapi kami mendurhakainya dan meninggalkanya. Sebaliknya, Engkau telah melarang kami (untuk melakukan keburukan), akan tetapi kami justru mengerjakannya. Tidak ada yang mampu kami lakukan kecuali mengucapkan “Laa ilaaha illallah.”” Beliau pun kemudian mengulang-ulang kalimat “Laa ilaaha illallah” hingga beliau meninggal dunia.

Ad-Daqqaq Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Barangsiapa memperbanyak mengingat kematian, maka ia akan dianugerahi tiga perkara : (1) bersegera untuk bertaubat, (2) ketenangan dan ketenteraman hati dan (3) semangat untuk beribadah. Sebaliknya, barangsiapa yang melupakan kematian, maka ia akan dihukum dengan tiga perkara : (1) menunda-nunda taubat, (2) kegelisahan dan kegundahan hati dan (3) rasa malas untuk beribadah.”

Ibnul Jauzi Rah.a (Salafus Soleh) berkata, “Ketahuilah! Sesungguhnya keadaan orang-orang yang banyak berdzikir (mengingat Allah) berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Diantara mereka ada yang lebih mengutamakan membaca al-Qur’an dan mendahulukannya dari dzikir-dzikir yang lainnya. Dan diantara mereka ada pula yang lebih memilih untuk memperbanyak membaca tahlil, tasbih dan tahmid.”

Ibnu Rajab Rah.a (Salafus Soleh) berkata, : Diantara amalan sunnah yang paling agung yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada Allah adalah membaca al-Qur’an, mendengarkannya, mentadabburinya dan memahami maknanya.

Imam Abu al-‘Izz al-Hanafi Rah.a (Salafus Soleh) berkata, “Tidaklah seorang hamba merahasiakan sesuatu dalam hatinya, melainkan Allah Subhaanahu wata'ala akan menampakannya melalui ucapan lisannya.” (Syarh ath-Thahawiyah)

Syumaith Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Sesungguhnya Allah meletakkan kekuatan orang beriman di dalam hatinya, bukan pada anggota tubuhnya. Tidakkah Anda memperhatikan orang tua yang sudah lemah fisiknya tapi masih mampu berpuasa di siang yang sangat panas dan bangun di malam hari untuk melakukan shalat malam? Padahal banyak orang-orang yang masih muda lagi kuat fisiknya tidak sanggup untuk melaksanakannya.” (Dari kitab Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim al-Ashbahani)

Abu Mu’awiyah al-Aswad Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Seluruh manusia – yang baik maupun yang jahat – berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang lebih rendah (nilainya di sisi Allah) daripada sayap lalat.” Lalu seseorang bertanya kepadanya, ”Apakah yang lebih rendah (nilainya di sisi Allah) daripada sayap lalat itu?” Ia menjawab, “Dunia.” (Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim al-Ashbahani)

Abu Hazim Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Ada dua perkara yang jika Anda Amalkan, Anda akan mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Dan aku tidak akan berpanjang lebar untuk menjelaskan kedua perkara tersebut kepada Anda.”
Kemudian ia ditanya, “Apa dua perkara itu?” Abu Hazim menjawab, “Menerima sesuatu yang tidak Anda sukai, jika sesuatu itu disukai Allah. Dan membenci sesuatu yang Anda sukai, jika sesuatu itu dibenci oleh Allah.”

Berkata Yahya bin Mu’adz Rah.a (Salafus Soleh), ”Hendaknya setiap mukmin memperoleh tiga macam perlakuan darimu; Jika kamu tidak dapat memberinya sesuatu manfaat maka janganlah membahayakannya, jika kamu tidak bisa membahagiakannya maka janganlah membuatnya sedih, dan jika kamu tidak memujinya maka janganlah mencelanya.”

Renungan Buat Kader Dakwah

Pelajaran dari Kisah Thalut


Ada kisah menarik yang disajikan al-Quran seputar persiapan Thalut dalam menghadapi pasukan Jalut. Persiapan itu berupa ujian Allah yang akhirnya menyeleksi siapa yang bisa terus berjuang, dan siapa yang lemah.

Thalut berkata kepada pasukannya, “Sesungguhnya Allah menguji kalian dengan sungai. Siapa yang meminum airnya, maka ia bukan pengikutku. Kecuali mereka yang meminum dengan seciduk tangan.” Itulah di antara isi dari surah al-Baqarah ayat 249.

Kenapa sungai? Buat ukuran masyarakat Timur Tengah yang bergurun pasir dan berudara sangat panas, sungai merupakan sesuatu yang sangat menggiurkan. Dia adalah sumber penghidupan yang kerap menjadi penyebab timbulnya peperangan antar suku, bahkan negara.

Sungaai bagi masyarakat Timur Tengah bisa dianggap sebagai bentuk keindahan duniawi yang begitu menggiurkan.

Perhatikan apa yang dikecualikan Thalut terhadap sungai itu. “Kecuali, meminum dengan seciduk tangan.” Seciduk tangan adalah ukuran wajar yang dibutuhkan seorang mu’min yang aktivis, dan juga seorang manusia untuk bisa tetap bertahan hidup. Ukuran yang tidak akan menggiring orientasi perjuangan kearah tempat baru yang melenceng dari cita-cita sejati.

Mungkin, ada banyak angan-angan yang menerawang diangan-angan di benak pasukan Thalut: “Apa salahnya kalau kita nikmati kesejukan air sungai sebanyak-banyaknya, agar daya perlawanan bisa lebih kuat. Apa salahnya memanfaatkan air sungai, agar modal perjuangan bisa lebih mapan. Dan seterusnya”, diangan mereka.

Tapi, logika perjuangan memiliki logika yang lain. Siapa yang hatinya ‘tenggelam’ dengan keindahan sungai, orientasinya perjuangannya akan melenceng. Ketegasan dan kewajaran terhadap keindahan sungai juga bisa membentengi terhadap masuknya langkah-langkah setan.

Dan ini yang akhirnya terbukti. Mereka yang berpuas-puas dengan fasilitas sungai yang begitu menggoda dalam jalan perjuangan, keberaniannya menjadi susut, fisiknya melemah. Karena perutnya kekenyangan. Dan satu hal yang lebih penting:”Kedekatan dan ketawakalannya kepada Allah seolah menguap bersama menguapnya keikhlasan dalam berjuang”.

Ayat lain mengisyaratkan hal yang sama. Dalam surah At-Taubah ayat 34, Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah….”

Para mufasirin mengambil pelajaran. Seruan ‘hai orang-orang beriman’ dalam ayat di atas, menjadi pengingat bahwa perilaku dan karakter para tokoh agama Yahudi dan Nasrani dalam soal keuangan bisa tertular di kalangan tokoh dan aktivis Islam. Karena itu, berhati-hatilah terhadap godaan dan tarikan uang.

Hal inilah yang Allah ajarkan kepada para Nabi dan Rasul dalam menunaikan misi dakwah. Para Nabi dan Rasul mengatakan, “Aku sama sekali tidak meminta upah dari kalian. Upahku hanya kuharapkan dari Allah, pencipta dan pemilik alam raya ini.”

Boleh jadi, ujian Allah untuk para aktivis Gerakan Islam saat ini, jauh lebih berat dari apa yang pernah dialami pasukan Thalut. Karena saat ini, ‘sungai’ kemewahan kehidupan tidak hanya satu. Ada di depan, di samping, kanan, kiri, atas dan bawah. Semuanya melambai-lambai untuk menawarkan ‘kerjasama’, ‘sinergi’, ‘partnership’ dalam perjuangan Islam. Wallahu ‘alam.

Rabu, 18 Januari 2012

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


LATAR BELAKANG DAN PENGERTIAN FILSAFAT



1. LATAR BELAKANG FILSAFAT

            Memahami sistem filsafat sesungguhnya menelusuri dan mengkaji suatu pemikiran mendsar dan tertua yang mengawali kebudayaan manusia. Suatu sistem filsafat, berkembang berdasarkan ajaran seorang atau beberapa orang tokoh pemikir filsafat. Sistem filsafat sebagai suatu tata nilai segi atau bidang kehidupan suatu masyarakat atau bangsa. Sistem filsafat amat ditentukan oleh potensi dan kondisi masyarakatatau bangsa itu, tegasnya oleh kerjasama faktor sikap dan pandangan hidup, cipta karsa, dan kondisi alam lingkungan. Bagaimana bangsa itu berkembang, ditentukan oleh cita karsa dan kondisi alamnya. Sebaliknya walaupun  cita karsanya tinggi dan kuat bila kondisi alamnya tidak menunjana, maka bangsa itu tidak akan tumbuh subur atau tidak jaya.

            Berdasarkan analisis di atas, nampak hukum dan pola perkembangan kepribadian (psikologi) berlaku pula bagi suatu bangsa. Bila kita mendalami psikologi, kita juga sadar bahwa induknya berasal juga dari filsafat. Karena itu kebenaran filsafat amat mendasar dan komprehensif. Ajaran atau sistem filsafat sedemikian kuat mempengaruhialam pikiran manusia, berupa filsafat hidup, filsafat negara, etika, logika dan sebagainya. Jelasnya filsafat memberi landasanbagi semua bidang kehidupan manusia.

            Pada awal perkembangan pemikiran umat manusia terutama pemikir atau filosof seakan–akan mencari pengertian atas alam sekitar, asal-usul dirinya, kemana sesudah kematian dan sebagainya.

            Masalah yang sering direnungi manusia dalam pemahaman kesemestaan,melalui pikiran kefilsafatan antara lain:

1. Apakah hakekat alam semesta ini.

2. Dari mana dan bagaimana semesta ini terjadi.

3. Apa sesungguhnya hakekat manusia.

4. Aapakah kebenaran dan kebajikan.

5. Apa sesungguhnya tujuan hidup manusia.

6. Mengapa ada kematian dan apa yang terjadi sesudah mati.

7. Apa sumber kebenaran semesta ini dan apa makna Tuhan itu.

            Masalah atau pertanyaan ini meminta jawaban, bahkan mendesak manusia untuk berfikir. Sebab, rohani manusia tetap menuntut jawaban, seperti kebutuhan jasmani menuntut pemenuhan biologis, demikian pula rohani menuntut pemenuhan psikologis spiritual. Mulailah manusia menjelajahi perenungan dalam upaya membuka rahasia atau misteri kesemestaan itu. Maka, dari sini lahirlah pemikiran Filsafat.















2. PENGERTIAN FILSAFAT



a. Secara etimologi

Filsafat adalah istilah atau kata  yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia. Kata itu terdiri dari dua kata yaitu  philo, philos, philein, yang mempunyai arti cinta/ pecinta/ mencintai dan sophia yang berarti kebijakan, kearifan, hikmah, hakikat kebenaran. Jadi secara harafiah istilah filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan atau kebenaran yang hakiki. Berfilsafat  berarti berpikir  sedalam-dalamnya (merenung) terhadap sesuatu secara metodik, sistematik, menyeluruh dan universal untuk mencari hakikat sesuatu. Dengan kata lain, filsafat  adalah ilmu yang paling umum yang mengandung usaha mencari kebijaksanaandan cinta akan kebijakan.



b. Secara Terminologi

Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya

Kata filsafat untuk pertama kali digunakan oleh Phythagoras (582 –496 SM). Dia adalah seorang ahli pikir dan pelopor matematika yang menganggap bahwa intisari  dan  hakikat dari semesta ini adalah bilangan.

Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:

Plato ( 428 -348 SM ): Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.

Aristoteles ( (384 – 322 SM): Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.

Cicero ( (106 – 43 SM ): filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “ ( the mother of all the arts)  ia juga mendefinisikan filsafat sebagai art vitae (seni kehidupan )

Paul Nartorp (1854 – 1924): filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .

Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.                                               Driyakarya: filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan“.                                                                                                                       Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.   







Harold H. Titus (1979 ):

(1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi;

(2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan;

(3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian (konsep); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.                                                                                    Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan.

Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.    

Prof. Dr.Ismaun, M.Pd: Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh, yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.                                                     Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.                                                                             Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut. Namun demikian, banyaknya pengertian filsafat sebagaimana yang diketahui sekarang ini adalah sebanyak tafsiran para filsuf itu sendiri. Ada tiga hal  yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu :                                                                                             1. Keheranan                                                                                                                                  Sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran merupakan asal dari filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk menyelidiki.


2. Kesangsian                                                                 Merupakan sumber utama bagi pemikiran  manusia yang  akan menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna untuk menemukan titik pangkal yang kemudian tidak disangsikan lagi.                                                                                                                            
3. Kesadaran akan keterbatasan                                               Manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Kemudian muncul kesadaran akan keterbatasan bahwa diluar yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.                             Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk. Selain itu, ada pengertian lain, yaitu filsafat sebagai ilmu dan filsafat sebagai pandangan hidup. Disamping itu, dikenal pula filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis. Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk,  filsafat  sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal itu berarti Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman  dan pegangan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia dimanapun mereka berada. Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni (tidak terikat langsung dengan suatu obyek), yang mendalam dan daya pikir subyek manusia dalam memahami segala sesuatu untuk mencari kebenaran. Berpikir aktif  dalam mencari kebenaran adalah potensi dan fungsi kepribadian manusia. Ajaran filsafat merupakan hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya tentang kesemestaan, secara mendasar (fundamental dan hakiki).                                                  Filsafat sebagai hasil pemikiran pemikir (filsuf) merupakan suatu ajaran atau sistem nilai, baik berwujud pandangan hidup (filsafat hidup) maupun sebagai ideologi yang dianut  suatu masyarakat atau bangsa dan negara. Filsafat demikian, telah tumbuh dan berkembang menjadi suatu tata nilai yang melembaga  sebagai suatu paham (isme) seperti kapitalisme, komunisme, fasisme dan sebagainya yang cukup mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara modern.



1. Objek Filsafat

Filsafat sebagai kegiatan olah pikir manusia menyelidik obyek yang tidak terbatas  yang ditinjau dari dari sudut isi atau substansinya dapat dibedakan menjadi:

a. obyek material filsafat yaitu obyek pembahasan filsafat yang mencakup segala sesuatu baik yangbersifat material kongkrit seperti manusia, alam, benda, binatang dan lain-lain, maupun sesuatu yang bersifat abstrak spiritual seperti nilai-nilai, ide-ide, ideologi, moral, pandangan hidup dan lain sebagainya.

b. obyek formal filsafat yaitu cara memandang seorang peneliti terhadap objek material tersebut. Suatu obyek material tertentu  dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu, terdapat berbagai macam sudut pandang filsafat yang merupakan cabang-cabang filsafat.



2. cabang-cabang filsafat

a. Metafisika

yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di balik fisis yang meliputi bidang  : ontologi (membicarakan teori sifat dasar dan ragam kenyataan), kosmologi (membicarakan tentang teori umum mengenai proses kenyataan,  dan antropologi.

b. Epistemologi

adalah pikiran-pikiran dengan hakikat pengetahuan  atau kebenaran.

c. Metodologi

adalah ilmu yang membicarakan cara/jalan untuk memperoleh pengetahuan.

d. Logika

adalah membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dapat mengambil kesimpulan yang benar.

e. Etika

yaitu yang membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan tingkah laku manusia tentang baik-buruk

f. Estetika yaitu yang membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan hakikat keindahan-kejelekan.



3. Aliran-Aliran Filsafat

Aliran-aliran utama filsafat yang ada sejak dahulu hingga sekarang adalah sebagai berikut:                                            a. Aliran Materialisme,

Aliran ini mengajarkan  bahwa hakikat  realitas kesemestaan, termasuk mahluk hidup  dan manusia ialah materi. Semua realitas itu ditentukan oleh materi (misalnya benda ekonomi, makanan) dan terikat pada hukum alam, yaitu hukum sebab-akibat (hukum kausalitas) yang bersifat objektif.

b. Aliran Idealisme/Spiritualisme,

Aliran ini mengajarkan bahwa ide dan  spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia. Subjek manusia sadar atas realitas dirinya  dan kesemestaan karena ada akal budi dan kesadaran rohani manusia yang tidak sadar  atau mati sama sekali tidak menyadari dirinya apalagi realitas kesemestaan. Jadi hakikat diri dan kenyataan kesemestaan ialah akal budi (ide dan spirit)

c. Aliran Realisme,

Aliran ini menggambarkan bahwa kedua aliran diatas  adalah bertentangan, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis). Sesungguhnya, realitas kesemestaan, terutama kehidupan bukanlah benda (materi) semata-mata. Kehidupan seperti tampak pada tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia mereka hidup berkembang biak, kemudian tua dan akhirnya mati. Pastilah realitas demikian lebih daripada sekadar materi. Oleh karenanya, realitas adalah panduan benda (materi dan jasmaniah) dengan yang non materi (spiritual, jiwa, dan rohaniah). Khusus pada manusia tampak dalam gejala daya pikir, cipta, dan budi. Jadi menurut aliran ini, realitas merupakan sintesis antara jasmaniah-rohaniah, materi dan nonmateri.

Ajaran filsafat sebagai hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya, tentang kesemestaan, secara mendasar dan hakiki, meliputi keseluruhan nilai dalam kehidupan manusia dslam masyararakat dan negara. Ajaran filsafat dianggap sebagi kebenaran, menjadi norma dasar atau kriteria dalam menilai bagaimana sikap dan tingkah laku manusia, norma ini disebut etika atau ajaran tentang moral. Sedemikian besar peranan ajaran filsafat ini, sehingga kesetiaan warga kepada bangsa dan negaranya dapat dinilai.

Jadi misalnya negara yang berdasarkan ajaran filsafat (Kapitalisme, Komunisme, Sosialisme dan pancasila) maka kesetiaan warga negaranya dapat diukur dengan kesetiaan mereka kepada sistem filsafat tersebut. Inilah pusat kesetiaan, sumber nilai dan motivasi cinta bangsa yang memberikansemangat perjuangan untuk membela, mengembangkan, mewariskan, dan melestarikan sisteem filsafat yang menjadi dasar negara. Azas dan wawasan mendasar ini berlaku universal, bagi sebuah bangsa sepanjang peradaban.







FILSAFAT PANCASILA



1. PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

a. Pancasila Sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia

            Kedudukan dan fungsi Pancasila harus dipahami sesuai dengan konteksnya, misalnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Seluruh kedudukan dan fungsi Pancasila itu bukanlah berdiri secara sendiri-sendiri namun bilamana dikelompokan maka akan kembali pada dua kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia.

            Pancasila pada hakikatnya adalah sistem nilai (value system) yang merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa  Indonesia sepanjang sejarah, yang berakar dari unsur-unsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara keseluruhannya terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari proses terjadinya Pancasila yaitu melalui suatu proses yang disebut kausa materialisme

karena nilai-nilai dalam Pancasila sudah ada dan hidup sejak jaman dulu yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan yang diyakini kebenarannya itu menimbulkan tekad bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan  dalam sikap dan tingkah laku serta perbuatannya.    

            Di sisi lain, pandangan itu menjadi motor penggerak bagi tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuannya. Dari pandangan inilah maka dapat  diketahui  cita-cita yang ingin dicapai bangsa, gagasan kejiwaan apa saja yang akan coba diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Satu pertanyaan yang sangat fundamental disadari sepenuhnya oleh para pendiri negara Republik Indonesia adalah : ”di atas dasar apakah negara Indonesia didirikan ”ketika mereka bersidang untuk pertama kali  di lembaga BPUPKI. Mereka  menyadari bahwa makna hidup  bagi bangsa Indonesia harusditemukan dalam budaya dan peradaban bangsa Indonesia sendiri yang merupakan perwujudan dan pengejawantahan nilai-nilai yang dimiliki, diyakini dan dihayati kebenarannya oleh masyarakat sepanjang masa dalam sejarah perkembangan dan pertumbuhan bangsa sejak lahirnya. Nilai-nilai itu adalah buah hasil pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik. Mereka menciptakan tata nilai yang mendukung tata kehidupan sosial dan tata  kehidupan kerohanian bangsa yang  memberi corak, watak dan ciri masyarakat dan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan masyarakat dan bangsa lainnya. Kenyataan yang demikian itu merupakan suatu kenyataan objektif yang merupakan jatidiri bangsa Indonesia.

Jadi nilai-nilai Pancasila itu diungkapkan dan dirumuskan dari sumber nilai utama yaitu:

a. nilai-nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak, dan abadi dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin  dalam inti kesamaan ajaran-ajaran agama dalam kitab suci.

b. nilai-nilai yang bersifat kolektifnasional yang merupakan intisari dari nilai-nilai yang luhur budaya masyarakat (inti kesatuan adat-istiadat yang baik) yang tersebar di seluruh     nusantara.





b. Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila

Sebagai Suatu Sistem Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Lazimnya sistem memilikiciri-ciri sebagai berikut:

a. suatu kesatuan bagian-bagian

b. bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri

c. saling berhubungan dan saling ketergantungan

d. kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)

e. terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.

Pada hakikatnya setiap sila Pancasila merupakan suatu asas sendiri-sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun demikian secara keseluruhan adalah suatu  kesatuan yang sistematis dengan tujuan (bersama) suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.     



c. Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Bersifat  Organisasi    sila-sila

Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan peradaban, dalam arti, setiap sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari kesatuan Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri sendiri-sendiri terlepas  dari sila-sila lainnya. Di samping itu, di antara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Kesatuan sila-sila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filisofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ”monopluralis”

yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat jasmani-rohani, sifat kodrat individu-mahluk sosial, dan kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri-mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Unsur-unsur itu merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis harmonis.



d. Susunan Kesatuan  Yang Bersifat Hirarkhis Dan Berbentuk          Piramidal.

Hirarkis dan piramidal mempunyai pengertian yang sangat  matematis yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sila-sila Pancasila dalam hal urut-urutan luas (kuantiítas) dan juga dalam hal isi sifatnya. Susunan sila-sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan luas dan isi sifatnya dari sila-sila sebelumnya  atau diatasnya. Dengan demikian, dasar susunan sila-sila Pancasila mempunyai ikatan yang kuat pada setiap silanya sehingga secara keseluruhan Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat. Oleh karena itu, sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sila-sila Pancasila berikutnya.

Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya pada landasan, yaitu : Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Oleh karena itu, hakikat itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat negara Indonesia. Dengan demikian maka, sila pertama adalah sifat dan keadaaan negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan; sila kedua sifat dan keadaan  negara harus sesuai dengan hakikat manusia; sila ketiga sifat dan keadaan negara harus satu; sila keempat adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat; dan sila kelima adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat adil.

Contoh rumusan Pancasila yang bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal adalah : sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.



e. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Saling        Mengisi Dan Saling Mengkualifikasi

Kesatuan sila-sila Pancasila yang majemuk tunggal,hirarkhis piramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan salng mengkualifikasi. Hal itu dimaksudkan bahwa setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya, dengan kata lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila lainnya. Contoh rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang mengisi dan saling mengkualifikasi adalah sebagai berikut : sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat  Indonesia.





2. KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI  SUATU SISTEM FILSAFAT

Apabila kita bicara tentang filsafat, ada dua hal yang patut diperhatikan, yaitu filsafat sebagai metode dan filsafat sebagai suatu pandangan, keduanya sangat berguna untuk memahami  Pancasila. Di sisi lain, kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologi dan dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.

Filsafat Pancasila  adalah refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertian secara mendasar dan menyeluruh. Pembahasan filsafat dapat dilakukan secara deduktif (dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif dan secara induktif (dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu). Dengan demikian, filsafat Pancasila akan mengungkapkan konsep-konsep kebenaran yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan bagi manusia pada umumnya.



a.      Aspek Ontologis Ontologi

Menurut Runes, Ontologi adalah teori tentang adanya keberadaan atau eksistensi. Sementara Aristoteles, menyebutnya sebagai ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya dengan metafisika. Jadi ontologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada (eksistensi dan keberadaan), sumber ada, jenis ada, dan hakikat ada, termasuk ada alam, manusia, metafisika dan kesemestaan atau kosmologi.

Pada awal pemikiran manusia, mereka berusaha mengerti hakekat sesuatu yang ada disekitarnya, alam dan kehidupan. Timbullah masalah, apakah realitas yang nampak ini suatu realitas sebagai wujudnya, yakni bendaa atau materi. Ataukah ada sesuatu rahasia dibalik realitas itu, sebagai nampak pada makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan dan manusia. Bidang ontologi ini meliputi penyelidikan tentang makna keberadaan (eksistensi) manusia, benda, adanya alam semesta, juga ada mutlak yang tidak terbatas sebagai maha sumber adanya alam semesta, artinya ontologi menjangkau adanya Tuhan dan alam gaib seperti rohani dan kehidupan sesudah kematian.

Dasar ontologi Pancasila  adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karenanya disebut juga sebagai dasar antropologis. Subyek pendukungnya adalah manusia, yakni : yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang  berkerakyatan dan yang berkeadilan pada hakikatnya adalah manusia. Hal yang sama jugaberlaku dalam konteks negara Indonesia, Pancasila adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara adalah rakyat (manusia).



b.      Aspek Epistemologi

Epistemologi adalah bidang/cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia sebagai hasil pengalaman dan pemikiran, membentuk budaya. Bagaimana manusia mengetahui bahwa ia tahu  atau mengetahui bahwa sesuatu itu pengetahuan menjadi penyelidikan epistemologi. Dengan kata lain, adalah bidang/cabang yang menyelidiki makna dan nilai ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat-syarat dan proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika, matematika dan teori ilmu.

Pengetahuan manusia, sebagai hasil pengalaman dan pemikiran, membentuk budaya. Bagaimana proses terjadinya pengetahuan sampai membentuk kebudayaan, sebagai wujud keutamaan (superioritas) manusia, ingin disadari lebih dalam. Bagaimana manusia mengetahui bahwa ia tahu, atau bagaimana manusia mengetahui sesuatu itu ilmu pengetahuan, menjadi penyelidikan epistimologi.

Pancasila  sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia  Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.

Pancasila dalam pengertian seperti itu telah menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system)sehingga  telah menjelma menjadi ideologi (mengandung tiga unsur yaitu :

1. logos (rasionalitas atau penalaran),

2. pathos (penghayatan), dan

3. ethos (kesusilaan).      



c.       Aspek Aksiologi

Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaat, pikiran dan atau ilmu/teori.

Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki:

a. Tingkah laku moral, yang berwujud etika,

b. Ekspresi etika, yang berwujud estetika atau seni dan keindahan,

c. Sosio politik yang berwujud ideologi.

Secara umum bidang aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis dan tingkatan nilai dan hakekat nilai. Sebagaimana dihayati manusia, kehidupan manusia selalu beradadan dipengaruhi nilai, seperti nilai alamiah dan jasmaniah, tanah subur, udara bersih, air bersih, cahaya, dan panas matahari, tumbuh-tumbuhan dan hewan demi kehidupan. Kemudian ada pula nilai pskologis seperti berpikir, rasa, karsa, cinta, estetika, etika, logika, atau cita-cita. Bahkan, ada pula nilai Ketuhanan dan agama.

Kehidupan manusia  sebagai mahluk subyek budaya, pencipta dan penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari memilih dan melaksanakan (menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani  jasmani manusia. Dengan demikian, aksiologi adalah cabang fisafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan dan agama. Berdasarkan  uraian tersebut  maka dapat dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya yang  bersifat material saja tetapi juga sesuatu yang bersifat nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai material relatif mudah  diukur yaitu dengan menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya, sedangkan nilai rokhaniah  alat ukurnya adalah  hati nurani manusia yang dibantu indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.





3. NILAI-NILAI PANCASILA MENJADI DASAR DAN ARAH  KESEIMBANGAN  

    ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN

Pandangan mengenai hubungan antara manusia dan masyarakat merupakan falsafah kehidupan masyarakat yang memberi corak dan warna bagi kehidupan masyarakat. Pancasila memandang bahwa kebahagiaan  manusia akan tercapai  jika ditumbuh-kembangkan hubungan yang serasi antara manusia  dengan masyarakat serta hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.Apabila memahami nilai-nilai dari sila-sila Pancasila akan terkandung beberapa hubungan manusia yang melahirkan keseimbangan antara hak dan kewajiban antar hubungan tersebut, yaitu sebagai berikut:



a. Hubungan Vertikal

Adalah hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai penjelmaan dari nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam hubungannya dengan itu, manusia memiliki kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan perintah-Nya dan menjauhkan/menghentikan larangan-Nya, sedangkan hak-hak yang diterima manusia adalah rahmat yang tidak terhingga yang diberikan dan pembalasan amal perbuatan di akhirat nanti.



2. Hubungan Horisontal

Adalah hubungan manusia dengan sesamanya baik dalam fungsinya sebagai warga masyarakat, warga bangsa maupun warga negara. Hubungan itu melahirkan hak dan kewajiban yang seimbang.



3. Hubungan Alamiah

Adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam dengan segalakekayaannya. Seluruh alam dengan segala isinya adalah untuk kebutuhan manusia.  Manusia berkewajiban untuk melestarikan karena alam mengalami penyusutan sedangkan manusia terus bertambah. Oleh karena itu, memelihara kelestrian alam  merupakan kewajiban manusia, sedangkan hak yang diterima manusia dari alam sudah tidak terhingga banyaknya.



4. PANDANGAN INERGRALISTIK DALAM FILSAFAT PANCASILA

Makna istilah integralistik, berasal dari kata integral sama dengan kebulatan, keutuhan; berarti pula kesatuan, keseluruhan, berarti sebagai kekeluargaan. Jadi, integralistik atau integralisme, adalah suatu nilai atau asas yang mengutamakan kebulatan dan keutuhan, kesatuan kekeluargaan. Dengan demikian, warga atau anggota kesatuan keluarga itu sejajar dalam kebersamaan, tiap warga mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama di dalam demi kebersamaan, kesatuan dan kekeluargaan itu.

Nilai filsafat Pancasila pada dasarnya mengandung asas integralistik atau kekeluargaan, terutama asas bahwa bangsa Indonesia adalah satu keluarga bangsa Indonesia, dalam satu susunan (rumah tangga) negara kesatuan yang dilandasi asas/faham persatuan. Asas ini nampak dalam sila III, IV dan V berinti makna Persatuan Indonesia dengan asas musyawarah mufakat, dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh (keseluruhan, keluarga) rakyat Indonesia. Asas demikian secara universal dilandasi asas Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila II) dan dijiwai nilai sila Ketuhanan Yang Maha Esa (sila I).

Nilai Pancasila secara filosofis memancarkan ajaran bahwa Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pencipta dan Maha Pengayom semesta (dengan sifatnya Maha Pengasih, Maha Bijaksana) : alam semesta dan isinya dalam kesatuan harmonis demi kesejahteraan semua makhluk terutama umat manusia sebagai makhluk utama. Menyadari terutama pengayoman Tuhan Yang Maha Esa atas semesta dan atas umat manusia, maka manusia mengemban amanat (kewajiban) untuk berkebajikan sebagai tersimpul dalam rumusan sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Pancasila kedua sila I – II ini sebagai atas fundamental dan universal menjiwai dan melandasi sila-sila berikutnya, (sila III – IV – V) yang lebih berwatak nasional.

Asas-asas integralistik dalam filsafat Pancasila mengajarkan pokok-pokok ajaran :

a.       Manusia sebagai makhluk yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pencipta, cenderung untuk berbakti dan mengabdi kepada Nya, cinta sesama dalam keluarga, merasa bagian dari masyarakat, bangsa dan negara.

b.      Manusia sebagai makhluk utama diberkati dengan potensi harkat dan martabat luhur untuk mencintai kebenaran dan keadilan, untuk berbakti kepada Tuhan, sesama dan kepada alam (flora dan fauna), demi kelestariannya (melestarikan lingkungan hidup).

c.       Manusia Indonesia, sebagai bangsa dan negara adalah keluarga besar bangsa Indonesia dengan kondisi psikologis, budaya dan alamnya merupakan bagian dari umat manusia, budaya dan dunia. Karenanya, bangsa Indonesia menerima hak-hak asasinya dari dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, alam, kemanusiaan dan kebudayaan secara nasional, internasional dan universal.



Asas-asas mendasar ini menjiwai dan melandasi kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Tegasnya, asas kekeluargaan atau integralisme menjelma dalam tata kemasyarakatan dan tata kenegaraan Indonesia.







PENUTUP



Kesimpulan

1.  Nilai dan pemikiran filfasat sudah berkembang sejak awal peradaban umat manusia, terutama di Timur Tengah, bersama-sama dengan awal keberagaman umat manusia.

2.  Filsafat adalah pemikiran tertinggi mencari hakekat kebenaran dan kebijaksanaan; kemudian dijadikan filsafat hidup.

3.  Aliran-aliran filsafat terbentuk berdasarkan keyakinan tokoh/manusia menurut lingkungan ilmiah, sosial-budaya, zamannya dan tantangan-tantangan hidup mereka.

4. Pokok-pokok filsafat Pancasila terutama : Ketuhanan, Budinurani manusia, Kebenaran dan Keadilan, dan Kebenaran dan Keadilan bagi bangsa Indonesia.

5. Pancasila sebagai filsafat hidup dan filsafat negara menjelma dalam kehidupan bernegara sebagai ideologi nasional; yakni sebagai asas normatif dan pedoman tingkah laku warga negara.

6.  Nilai Pancasila dengan asas integralistik ialah jiwa dan asas kekeluargaan yang bulat utuh, yang menjiwai dan mengikat kita sebagai bangsa dengan tujuan dan cita-cita yang tunggal pula yang tersimpul dalam pembukaan UUD 1945.



Kesimpulan yang bisa diperoleh dari filsafat Pancasila adalah Pancasila memberikan jawaban yang mendasar dan menyeluruh atas masalah-masalah asasi filsafat tentang negara Indonesia.